Pengantar kuliah Identifikasi Hama Tanaman

Apa itu identifikasi?

Identifikasi adalah Proses (cara) pemberian nama pada individu atau sekelompok individu. Penamaan spesies mengacu pada sistem pemberian nama ilmiah (Scientific name) berupa Binomial name, yaitu penggabungan dua kata yang mencirikan sifat dari individu yang diberi nama.

Mengapa organisme diberi nama, dan apa dasar identifikasi itu?

“Apalah artinya nama?” begitu kata Shakespeare. Tetapi, bagi saya, nama itu penting sebagai penciri atau penanda keberadaan “sesuatu”. Bayangkan jika Anda adalah manusia tak bernama, lantas bagaimana orang memanggil Anda? Bingung bukan?

Lalau, bagaimana cara kita memberi nama sebuah organisme? Dua dasar yang digunakan untuk mengidentifikasi hama adalah (1) dasar ciri tubuh (morfologi, anatomi, fisiologi, dan perilaku), dan (2) molekuler (genetika). Ketika kita melakukan kegiatan identifikasi, maka ciri tubuh menjadi dasar yang paling disukai karena lebih murah, meskipun tidak selalu lebih mudah, dibandingkan dasar molekuler (menggunakan sidik DNA). Namun juga perlu diingat, bahwa pada kasus tertentu, sidik DNA menjadi cara yang ampuh untuk mengetahui keragaman genetik sebuah populasi hama di lapangan. Perkembangan biotipe, varian genetik, perubahan sifat-sifat adaptasi geografis menjadi lebih mudah diketahui melalui sidik DNA (atau protein/ enzim).

Nah, dari paparan di atas, Anda paham kan, betapa pentingnya memberi nama pada “sesuatu”, apalagi jika “sesuatu” tersebut adalah organisme yang belum pernah dikenal.

Contoh penamaan mengikuti kaidah Binomial dan penamaan umum (lokal atau daerah)

Pada umumnya, nama spesies dituliskan dengan menjajarkan dua kata, yaitu kata depan yang menggambarkan nama genus, dan kata belakang yang merujuk pada spesies. Gabungan dua kata tersebut biasanya merupakan penjelasan ciri-ciri biologis organisme bersangkutan.  Sebagai contoh, kumbang Titanus giganteus (lihat gambar di bawah) terdiri dari dua kata, yaitu Titan, nama dewa atau satelit terbesar dari planet Saturnus dan giganteus yang berarti raksasa. Artinya, dua kata tersebut menunjukkan bahwa ukuran dari kumbang ini memang raksasa! Penjelasan lebih lanjut tentang kumbang ini silakan menilik ke sini).

Kumbang Titanus giganteus. Perhatikan perbandingan ukuran kumbang ini dengan tangan manusia dewasa (www.newsdesk-si.edu)

Selain menggunakan cara penamaan ilmiah, penamaan organisme juga dapat dilakukan secara umum. Meskipun cara ini lebih mudah, namun kurang bisa diandalkan dari segi ilmiah. Cara umum ini biasanya digunakan secara lokal atau kedaerahan. Misalnya, nama Ngengat Punggung Berlian atau Diamondback Moth digunakan digunakan secara umum pada spesies Plutella xylostella, salah satu hama penting tanaman Brassicaceae. Informasi lebih lanjut tentang spesies ini silakan ditilik di sini dan sini.

Ngengat Punggung Berlian. Perhatikan pola mirip berlian pada bagian pertemuan sayap depan kiri dan kanan (noktah berwarna coklat)(www.lepidoptera.butterflyhouse.com.aus)

Cara penamaan

Cara penamaan organisme bisa dilakukan secara manual atau sederhana, dan memanfaatkan kecanggihan komputer. Cara manual dapat dilakukan menggunakan bantuan kaca pembesar atau mikroskop perbesaran sedang sampai kuat, ditambah dengan buku kunci identifikasi. Cara yang lebih modern dapat dilakukan dengan bantuan perangkat lunak yang memang dirancang untuk mempermudah proses penamaan. University of Queensland (QAAFI Biological Information Technology) adalah produsen perangkat lunak untuk identifikasi dan penamaan organisme yang terkenal, salah satunya adalah Lucid Key Builder, sebuah perangkat untuk melakukan penamaan organisme (baru).

Untuk melakukan proses penamaan yang benar dan sahih, pengetahuan tentang morfologi dan anatomi setidaknya harus dikuasai, karena proses identifikasi dan penamaan tersebut sebagian besar didasarkan pada ciri-ciri morfologi dan anatomi organisme.

Identifikasi hama tanaman

Proses pemberian nama (ilmiah) atau julukan (nama umum/ daerah) pada individu atau sekelompok individu organisme yang makan pada tanaman . Nah, salah satu pertanyaan yang harus dijawab bersamaan dengan proses pemberian nama organisme ini adalah statusnya: hama atau bukan? Hal ini penting, dan harus dimasukkan sebagai salah satu pertimbangan untuk mendeskripsikan organisme tersebut secara lengkap. Dengan demikian, orang lain akan lebih mudah untuk membandingkan status serupa di daerah yang lain (silakan tilik tulisan di sini). [Bersambung …]

Semoga bermanfaat

Salam,

Nugroho S. Putra

Sebuah renungan: Kupu-kupu dan ulat, merugikan atau menguntungkan?

Pernahkah Anda mengamati secara teliti, bagaimana seekor ulat yang gemuk, jelek, dan mengerikan, akan berubah wujud menjadi pupa, kemudian berubah lagi menjadi kupu-kupu yang cantik?

Birdwing, Ornithoptera euphorion, salah satu spesies kupu-kupu terbesar. Indah bukan? (en.wikipedia.org)

Saya pernah menanyakan kepada mahasiswa begini.

Saya: “Apakah ulat itu merugikan?”

Mahasiswa: “Yaaa…”

Saya: “Apakah kupu-kupu merugikan?”

Mahasiswa:  “Tidakkk…”

Saya: “Jadi ulat atau kupu-kupu itu merugikan atau menguntungkan?”

Mahasiswa:”????”

Saya tertawa geli melihat ekspresi para mahasiswa yang kebingungan. Beberapa garuk-garuk kepala yang saya yakin tidak gatal….ha…ha…ha….

Menurut Anda, apakah kedua makhluk ini merugikan? Atau sebaliknya, menguntungkan? Oke, mari kita diskusikan.

Kehidupan ulat dan kupu-kupu dimulai dari telur yang diletakkan oleh kupu-kupu. Telur ini akan menetas menjadi larva (orang menyebutnya ulat atau kalau orang bule bilang worm). Nah, larva ini biasanya akan memakan jaringan tanaman. Pertanyaannya, apakah aktivitas ulat yang makan jaringan tanaman ini lantas dianggap merugikan tanaman (dan manusia)? Lantas, jika Anda makan sayur-sayuran, maka semestinya Anda juga dianggap merugikan tanaman dong?? Nah! Bukankah memang jaringan tanaman tersebut menjadi pakan alami bagi si ulat?

Ulat jeruk, Papilio cresphontes. Bayangkan jika daun jeruk kita “dikeroyok” ulat-ulat ini (en.wikipedia.org)

Tahukah Anda, ketika ulat melakukan aktivitas makan, mereka juga terus-menerus mengeluarkan tahi. Cobalah amati baik-baik seekor ulat yang sedang makan daun. Ketika mulut mereka asyik menggerumisi daun, lubang anus merekapun mengeluarkan tahi yang berjatuhan di bawah pohon. Ternyata, menurut penelitian para ahli, tahi ulat mengandung materi nitrogen dan lain-lain, yang berguna sebagai hara tanaman. Jadi, ulat sebenarnya sudah “membayar” jaringan yang sudah mereka lahap dari tanaman dengan “pupuk” bagi tanaman tersebut. Artinya, tanaman dan ulat sebenarnya sedang melakukan transaksi bukan?

Selanjutnya, setelah puas, ulat akan menghentikan aktivitas makan, kemudian “bertapa” dalam bentuk pupa atau kepompong. Rupanya pada tahap ini, di dalam tubuh pupa sedang terjadi proses kimiawi yang maha dahsyat, yang kemudian pada saatnya akan menjelma menjadi kupu-kupu yang amat indah! Nah, pertanyaannya sekarang, apa peran kupu-kupu di alam?

Banyak penelitian membeberkan fakta bahwa kupu-kupu adalah “teman” tumbuhan yang sangat penting. Kupu-kupu sering diidentikkan dengan penyerbukan pada tumbuhan (tanaman). Artinya, kupu-kupu menguntungkan tumbuhan (tanaman) bukan?

Nah, jika demikian, kupu-kupu atau ulat itu merugikan atau menguntungkan? Oke, saya pikir jawaban yang paling mudah adalah:

  1. Ketika mereka ada dalam tahap kupu-kupu, maka mereka berperan positif atau menguntungkan bagi tumbuhan (tanaman).
  2. Ketika mereka ada dalam tahap larva (ulat), maka mereka mungkin merugikan tanaman, tetapi mungkin menguntungkan manusia, jika mereka makan pada tumbuhan pengganggu (gulma). Sebagai tambahan, jika mereka memproduksi tahi yang cukup banyak, maka secara umum, mereka akan menguntungkan tumbuhan (tanaman) karena meningkatkan kesuburan tumbuhan (tanaman).

Jadi, intinya, kita harus memahami perikehidupan mereka secara lengkap, tidak parsial, dan berimbang. Siapkah kita memahami mereka? Jika tertarik, silakan berkunjung ke laman ini dan ini. Semoga bermanfaat.

Salam,

Nugroho S. Putra

Serangan hama meluas, saatnya kembali ke potensi alami

Minggu lalu, saya berkesempatan berkunjung ke Provinsi Gorontalo. Itu lho, provinsi di sebelah barat Sulawesi Utara, dan terkenal sebagai provinsi jagung, karena penanaman jagung yang luar biasa luas dan intensif di sana.

Hijaunya tanaman jagung di Gorontalo (dokumen pribadi, 2011)

Semenjak turun dari pesawat di Bandara Sultan Jalaludin, segera muncul ciri daerah khatulistiwa, yaitu panas! Di sepanjang perjalanan menuju ke ibukota, mata saya selalu tertumbuk pada lahan-lahan tanaman jagung di sebelah kanan dan kiri jalan. Hmmm, pantaslah sebutan provinsi jagung disematkan pada Gorontalo. Iklim dan kondisi tanah provinsi ini tampaknya memang cocok untuk menanam jagung.

Setelah melewatkan satu hari untuk memberi kuliah (akan saya tulis di posting berikutnya, tunggu ya…), hari berikutnya saya dan mahasiswa bimbingan saya (terima kasih Pak Muhammad Lihawa atas semuanya!) menuju ke kabupaten Pohuwato, salah satu lumbung jagung terbesar di provinsi Gorontalo, dan kabupaten Boalemo, juga salah satu daerah penanaman jagung.

Nah, di sepanjang perjalanan itulah saya sekali lagi diperlihatkan pada potensi alam yang luar biasa dari bumi Gorontalo, yaitu gulma Siam! Hee…gulma? Potensi? He…he… tunggu dulu, jangan terburu protes. Saya jelaskan satu per satu ya..

Gulma Siam atau dikenal dengan nama ilmiah Chromolaena odorata, adalah salah satu “gulma” terkuat dan paling bandel di kawasan tropika. Spesies ini sangat sering dibahas oleh para ahli, terutama karena status invasif-nya (silakan tilik juga di sini), mudah beradaptasi, dan daya saingnya yang amat tinggi. Pengendaliannyapun tergolong sulit. Di Indonesia, banyak musuh alami yang sudah diidentifikasi, namun tetap saja belum mampu mengendalikannya.

Gulma Siam, Chromolaena odorata (en.wikipedia.org)

Di sisi lain, beberapa penelitian menunjukkan bahwa biomassa gulma ini dapat dimanfaatkan sebagai pupuk. Nah, pada sisi inilah, saya dan tim (termasuk mahasiswa) mencoba untuk menjembatani dua pokok ide, yaitu (1) pengelolaan biomassa Gulma Siam yang efisien dan aman, dan (2) memanfaatkan potensi positif biomassa Gulma Siam sebagai bahan pembenah tanah.

Beberapa penelitian yang sudah kami lakukan menunjukkan bahwa kompos Gulma Siam mampu (1) meningkatkan biomassa tanaman, dan sekaligus (2) menurunkan insiden kerusakan atau kematian tanaman akibat serangan serangga (hama). Kompos ini juga terbukti relatif aman terhadap beberapa organisme tanah, terutama artropoda pengurai (dekomposer).

Jadi, saya bisa menyimpulkan (untuk sementara), bahwa potensi alam semacam Gulma Siam ini, jika dapat dimanfaatkan dengan baik dan benar akan menghasilkan sebuah proses pengelolaan ekosistem pertanian yang efisien, efektif, dan aman. Artinya, jika kita memimpikan sebuah agroekosistem yang berkelanjutan, maka mengapa tidak mencoba menggunakan potensi-potensi alam semacam Gulma Siam ini?

Tunggu sambungan posting tentang potensi Gulma Siam ini ya…..

Salam,

(NSP dari berbagai macam sumber).